B. Upacara Adat

Upacara adat merupakan serangkaian aktivitas bermakna yang diilhami oleh ‘roh’ yang menjadi sesembahan (ilah) nenek moyang orang Batak yaitu Siraja Batak atau Ompu Mulajadi Nabolon. Pengilhaman itu kita ketahui dari cerita lisan (turi-turian) yang bukan sekedar mitos tetapi menyimpan beberapa fakta rohani  tentang asal muasal kehidupan religius leluhur.

 

Melalui cerita lisan (turi-turian) kita dapat menelusuri ‘sumber awal’ dari keberadaan adat Batak.

 

Turi-turian versi pertama:

Manusia pertama Si Boru Deak Parujar dengan suaminya Tuan Ruma Gorga memiliki sepasang anak kembar. Ketika itu hubungan manusia dengan para dewa sangat harmonis dimana mereka sering berjumpa secara langsung di puncak gunung Pusuk Buhit. Kedua anak tersebut melakukan hubungan sumbang (hubungan sedarah) sehingga para dewa menjadi marah. Mulajadi Nabolon membawa orangtua anak tersebut ke langit.  Sementara salah satu dewa yakni Debata Asi-asi diperintahkan oleh Mulajadi Nabolon menemani anak kembar tersebut.

Karena merasa kasihan Debata Asi-asi meminta supaya Mulajadi Nabolon tetap membimbing anak kembar itu. Lalu Mulajadi Nabolon memberikan adat sebagai pembimbing mereka dengan cara menyuapkan (mamemehon) adat kepada kedua anak itu. Dan setelah itu para dewa menjauh dan tidak mau berhubungan langsung dengan manusia lagi. Supaya mendapat perkenanan Mulajadi Nabolon, kedua anak itu (Si Raja Ihat Manisia dan Si Boru Itam Manisia) serta keturunannya harus memelihara adat yang diberikan oleh Mulajadi Nabolon.

 

Versi lain yang ditulis oleh Raja Patik Tampubolon yang dikutip dari buku ‘Telah Kudengar Dari Ayahku’ karya Lothar Schreiner :

Ketika Si Raja Batak menjadi tua, dipanggillah kedua putranya, yaitu Raja Isumbaon dan Raja Ilontungon, supaya mereka menyiapkan jamuan makan perpisahan baginya. Segala yang dia punyai sudah diserahkan kepada mereka seperti kekuatan, pertumbuhan, harta kekayaan, kekuasaan, kehormatan, pengetahuan, pendidikan dan kebijaksanaan. Namun kedua putranya mengatakan masih ada yang belum diberikan kepada mereka. Si Raja Batak berpikir-pikir tentang itu tetapi tidak berhasil.

Oleh sebab itu ia dan kedua putranya naik ke gunung Pusuk Buhit membawa korban persembahan setia kepada Debata Mulajadi Nabolon untuk menanyakan apa yang dimaksud oleh anak-anaknya itu. Ia memanjatkan doa-doa lalu Mulajadi Nabolon memberikan kepadanya 2 kitab yaitu Pustaha Laklak (kitab kulit) dan Pustaha Tumbaga (kitab tembaga) yang berisikan tentang hadatuon dan habatahon (adat Batak). Pustaha Laklak diberikannya kepada Raja Ilontungan dan Pustaha Tumbaga kepada Raja Isumbaon.

 

Pengilhaman oleh roh sembahan nenek moyang dinyatakan secara implisit (tidak langsung) dalam  istilah ‘mamemehon’ pada cerita versi pertama. Dan melalui pemberian dua kitab dari Mulajadi Nabolon dalam cerita versi kedua diatas.  Jadi jelas terlihat bahwa upacara adat bukan merupakan hasil pemikiran murni dari leluhur  tetapi merupakan konsep, ide, paradigma, norma  yang ditransfer ke alam pikiran leluhur oleh roh-roh sesembahan nenek moyang. Lalu hal ini kemudian diajarkan secara lisan secara turun temurun. Pemahaman inilah yang harus dilakukan dan dilestarikan oleh leluhur dan keturunannya.

 

Selain TUHAN, Iblis juga bisa memasukkan berbagai gagasan pemikirannya ke dalam hati manusia. Alkitab memberikan contoh yakni ketika rasul Petrus ‘menegor’ Tuhan Yesus berkaitan dengan pernyataanNYA mengenai rencana penyaliban. Reaksi Yesus adalah:

Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-muridNYA, IA memarahi Petrus, katanya: “Enyalah Iblis sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Tuhan, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” (Markus 8:33).

 

Contoh lain, ketika Iblis memasukkan gagasannya ke pikiran raja Daud untuk melakukan sensus penduduk.

Iblis bangkit melawan orang Israel dan ia membujuk Daud untuk menghitung orang Israel. Tetapi hal itu jahat di mata Tuhan, sebab itu dihajarNya orang Israel.(1 Taw 21:1+7).

 

Bimbingan langsung Iblis secara gaib dalam hati dan pikiran manusia pada masa sekarang juga dapat ditemukan dalam aktivitas dukun-dukun dalam memeriksa, menemukan penyakit dan mengobati pasiennya.

 

Persoalannya adalah banyak orang Batak Kristen beranggapan bahwa roh sembahan leluhur yang dipanggil dengan nama debata Mulajadi Nabolon itu adalah benar-benar pribadi TUHAN yang menciptakan alam semesta ini. Padahal sesungguhnya TUHAN (yang kita sebut Bapa dalam Yesus Kristus) tidaklah sama dengan debata Mulajadi Nabolon. Mulajadi Nabolon adalah malaikat Iblis yang menguasai wilayah (teritorial) kehidupan nenek moyang suku Batak yang mengaku dirinya sebagai tuhan pencipta alam semesta. Dialah yang memberikan berbagai ilmu kesaktian kepada leluhur (raja-raja Batak) dan mengilhamkan aturan-aturan hidup dengan upacaranya yang  kita sebut dengan ADAT itu.

 

Alkitab mengatakan bahwa ilah-ilah yang disembah berbagai suku bangsa di dunia ini bukanlah TUHAN yang sejati. Mereka adalah para malaikat Iblis yang menipu para leluhur setiap suku bangsa dengan mengaku-ngaku sebagai Tuhan yang empunya Kerajaan Sorga. Yesaya 45:5, “Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain;  kecuali Aku tidak ada Allah.”

 

Kegagalan Iblis untuk menyamai Tuhan dan merebut tahtaNYA (baca Yes 14: 12-23) dan kemudian dicampakkan ke bumi,  tidak membuatnya putus asa.  Iblis melanjutkan usahanya di bumi dengan bantuan para malaikatnya dan menjadikan dirinya tuhan diantara suku-suku bangsa di dunia dengan menawarkan berbagai kesaktiandan kebaikan palsu untuk memperdaya dan membuktikan ketuhanannya kepada para leluhur suku-suku bangsa. Debata Mulajadi Nabolon adalah salah satu dari malaikat-malaikat  iblis tersebut.

 

Dalam ketidaktahuannya, para leluhur suku-suku bangsa telah tertipu oleh iblis dengan menyembahnya. Iblis menyatakan dirinya melalui berbagai nama yang berbeda-beda kepada setiap suku bangsa di dunia ini. Untuk suku Batak dia mengaku sebagai debata Mulajadi Nabolon atau Ompu Tuan Mulajadi Nabolon. Dia inilah yang telah memberikan berbagai ilmu kesaktian, ilmu perdukunan dan kemampuan gaib lainnya kepada nenek moyang (raja-raja) orang Batak. Leluhur penulis, Raja Silahi Sabungan juga menerima ilmu kesaktian dan ‘hadatuon’nya  dari Ompu Mulajadi Nabolon ini. Dan karena ketidaktahuannya leluhur kita telah menyembah iblis yang mengaku sebagai tuhan ini dan mereka telah mengikat berbagai perjanjian bagi diri mereka dan keturunannya.

 

Sementara TUHAN yakni Bapa Sorgawi kita sangat membenci dan menentang segala bentuk perdukunan (penyembahan berhala) dalam kehidupan manusia. Jadi tidak mungkin TUHAN yang memberikan berbagai kekuatan gaib (kesaktian/kekuatan supra natural) kepada leluhur kita (raja-raja Batak). Kemungkinannya hanya ada satu saja sumbernya yakni IBLIS (sibolis) yang memberikan semuanya itu.

 

Iblis pasti akan memberikan rekomendasi bagi orang-orang yang datang meminta jasa darinya dengan cara-cara yang berkenan kepadanya. Dan cara-cara itu akan merujuk kepada pelaksanaan upacara adat yang telah diilhamkan kepada leluhur orang Batak. Rekomendasi ini akan lebih jelas dimengerti dengan memahami lebih lanjut tentang ‘agama’ Batak.

 

Ompu Mulajadi Nabolon memiliki tiga putera yang merupakan pancaran kemuliaannya, yakni Batara Guru, Mangala Sori dan Mangala Bulan. Mulajadi Nabolon memberikan kekuasaan dan kekuatan khusus kepada mereka ini.

  • Batara Guru menguasai dunia atas atau dunia para dewa (banua ginjang)
  • Mangala Sori menguasai kehidupan di dunia (banua tonga)
  • Mangala Bulan menguasai dunia bawah (banua toru) atau dunia roh jahat/setan

 

Sebagai penguasa dunia atas (banua ginjang), Batara Guru memiliki rahasia hikmat dan kebijaksanaan (hahomion) debata. Dengan demikian dia mempunyai kemampuan menyelesaikan berbagai persoalan hidup manusia. Dia juga berkuasa menciptakan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Berkat (pasu-pasu) dari Batara Guru ini disalurkan melalui ‘hula-hula’ dalam upacara adat.

 

Mangala Sori menjadi ilah (dewa/sesembahan) yang menguasai segala ilmu hamalimon (keimaman) sehingga dia menjadi sumber ajaran ‘hamalimon’ di tengah-tengah orang Batak. Raja Sisingamangaraja adalah salah seorang ‘malim’ terbesar yang pernah lahir dalam sejarah agama Batak.

 

Mangala Bulan diberikan kemampuan dalam bidang ilmu hadatuon sehingga dia menjadi sumber ilmu perdukunan. Raja Silahi Sabungan adalah salah satu ‘datu bolon’ (dukun besar) yang pernah dikenal oleh masyarakat Batak.

 

Kemampuan khusus yang dimiliki oleh ketiga dewa tadi berasal dari satu sumber yaitu debata Mulajadi Nabolon (Ompu Mulajadi Nabolon). Jadi ketiga ilmu/kemampuan yang dialirkannya kepada manusia merupakan berkat yang menyatu, utuh dan saling melengkapi yang diperuntukkan bagi suku Batak. Sehingga wajarlah para datu dan malim memberikan rekomendasi (nasehat, tuntunan) kepada orang Batak untuk melakukan upacara adat dalam mencari solusi persoalan hidupnya.

 

Melalui upacara adat, orang diarahkan untuk mencari jalan keluar persoalan hidupnya kepada Batara Guru yang kehadirannya di dunia ini diwakili oleh Hula-hula. Dengan hikmat dan kebijaksanaannya, manusia (dalam hal ini ‘boru’) akan mendapat pertolongan dari debata yang disalurkan lewat berkat (pasu-pasu) yang diberikan oleh Hula-hula.

Pelaksanaan upacara adat Batak pada masa hasipelebeguon biasanya dipimpin oleh datu atau malim. Upacara adat, hadatuon dan hamalimon merupakan tiga unsur berbeda namun menyatu dan melengkapi dalam agama batak. Dalam agama batak terdapat tiga ‘pengantara’ antara manusia dengan debata, yang diturunkan dari ketiga putra Mulajadi Nabolon yakni :

  • Hula-hula dari Batara Guru
  • Malim dari Mangala Sori
  • Datu dari Mangala Bulan

 

Ketiga pengantara ini merupakan tiga unsur yang sangat penting dalam agama batak dan ketiganya menyatu dalam kehidupan religius masyarakat Batak sehari-hari. Ketiga pengantara ini mempunyai sumber ilmu yang sama yakni debata Mulajadi Nabolon.

 

 

(Disarikan dari buku ‘Pandangan Injil terhadap Upacara Adat Batak’ oleh Henry James Silalahi; Kawanan Missi Kristus, Medan).