Bab 3: Sejarah Keluarga

Ternyata begitu pentingnya kita mengetahui sejarah. Lalu, what next? Selanjutnya apa? Sejarah apa dulu yang perlu kita ketahui?

Pertama sekali, tentulah yang paling dekat dengan kehidupan kita pribadi yaitu  sejarah keluarga kita. Kita sudah seharusnya mengetahui sejarah keluarga kita  masing-masing secara jelas, katakanlah 3-4 generasi diatas kita. Dengan mengetahui hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi atau pernah dialami oleh orangtua, opa-oma atau nenek moyang (leluhur) kita, baik itu yang buruknya maupun yang positipnya, kita dapat belajar banyak.

Ini bermanfaat agar untuk masa mendatang agar kita tidak lagi melakukan hal-hal yang salah tersebut bahkan kita wajib untuk memperbaikinya. Dan di lain pihak kita melanjutkan hal-hal yang positipnya atau mungkin menyempurnakannya lagi.  Umpamanya, apabila dahulu orangtua  atau kakek nenek kita penyembah berhala atau  menyembah  arwah leluhur maka kita tidak mengikutinya lagi.

Atau barangkali mereka dahulu sering berdukun, pakai jimat-jimat,  punya kehidupan kawin cerai (tukang kawin), dan berbagai ‘lembaran hitam’ lainnya. Tentu umat Tuhan  yang sudah mengetahui kebenaran firman Tuhan, tidak akan melakukan hal itu lagi. Bahkan kita bisa membawa mereka (orang tua, saudara, atau kakek nenek yang masih hidup) untuk bertobat, untuk kembali ke jalan yang benar dan hidup sungguh-sungguh di  dalam  Tuhan. Haleluya.

Sebagai contoh, Alkitab menulis tentang salah satu  raja Israel, yaitu  Ahazia. Dikatakan,  “ Ia melakukan apa yang jahat di mata  Tuhan dan hidup menurut kelakuan ayahnya dan ibunya…, yang telah mengakibatkan orang Israel berdosa.”  (1 Raja-Raja 22:53). Kedua orangtuanya jahat, Ahazia  ikut-ikutan jahat. Berlaku pepatah, like father like son, sebagaimana ayahnya begitulah anaknya.

Namun berbeda dengan salah satu raja dari Yehuda yang bernama Yosia. Alkitab mencatat, dia melakukan apa yang benar di mata Tuhan dan tidak menyimpang ke kanan dan ke kiri. Dia tidak mengikuti kelakuan raja-raja Yehuda sebelumnya yaitu raja Amon, ayahnya, dan raja Manasye, kakeknya (2 Raja-Raja 21,22). Walaupun ayahnya dan kakeknya tercatat sebagai raja  yang jahat, namun Yosia tidak seperti mereka. Jadi, pepatah like father like son, tidak selamanya benar.

Jadi, dengan mengetahui masa lalu keluarga, paling tidak, kekhilafan yang sama tak akan berulang lagi dalam keturunan keluarga kita. Keledai pun belajar dari setiap kesalahannya, kendati tidak pernah baca buku sejarah.

Ada pepatah Tiongkok mengatakan,” Cheng qian bi hou.” Artinya: kesalahan di depan, berhati-hati di belakang !

 

Ev. Markus HLS